HAK ALLAH DAN HAK TAKLIFI
PENYUSUN:
AHMAD ADABY A.R
FAJAR WIJAKSONO
INDAHTINI RAMADIYANTI
MUSLIHAH
DOSEN PEMBIMBING : KHOIRUN NASIK, SHI., MHI
UNIVERSITASTRUNOJOYO MADURA
FAKULTASILMU-ILMU KEISLAMAN
EKONOMI SYARI’AH ‘’A’’2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Hak Allah.......................................................................................................... 4
B.
Hak Taklifi........................................................................................................ 7
C.
Perbedaan Hak Allah dan Hak Taklifi.............................................................. 8
Daftar Pustaka............................................................................................................. 12
BAB I
PENDAHLUAN
A. Latar
belakang
Setiap
perbuatan yang dilakukan pasti memiliki tujuan dan manfaat. Ada suatu perbuatan
yang dilakukan semata-mata karena dan hanya untuk Allah dengan manfaatnya untuk
diri sendiri dan ada juga perbuatan yang dilakukan semata-mata karena Allah dan
hanya untuk Allah tetapi manfaatnya untuk kemaslahatan hidup bersama. Setiap
perbuatan yang dilakukan selalu memiliki nilai. Hanya saja nilai itu tidak
dapat diketahui oleh panca indra. Nilai itu bisa disebut juga sebagai pahala
sebagai imbalan dari ibadah. Besar dan kecilnya pahala itu bergantung pada
besarnya niat yang ada di dalam hati. Sudah menjadi hak Allah sebagai Tuhan
Yang Maha Pengatur untuk memberikan seberapa besar pahala terhadap perbuatan
yang dilakukan.
Perbuatan
mukallaf yang berhubungan dengan hukum syari’at, jika tujuan perbuatan itu (
adalah untuk ) kepentingan masyarakat secara umum, maka hukum perbuatan itu
adalah murni hak Allah, dan tidak ada pilihan bagi mukallaf dalam hal itu.
Pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh waliyullah amri (penguasa
pemerintahan). Jika tujuannya adalah untuk kepentingan mukallaf secara khusus,
maka hukumnya adalah murni hak mukallaf, dan dalam pelaksanaannya dia punya hak
pilih. Jika tujuannya adalah kepentingan masyarakat lebih menonjol, maka hak Allah
yang dimenangkan dalam kepentingan itu, dan hukumnya sebagaimana hukum
kepentingan yang murni hak Allah. Bila kepentingan mukallaf disana lebih
menonjol, maka yang dimenangkan disana adalah kepentingan mukallaf, dan
hukumnya adalah sebagaimana hukum kepentingan yang murni hak mukallaf.
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
dapat diambil rumusan masalah
1.
Apa yang dimaksud hak Allah? Dan apa
saja yang termasuk dalam hak Allah?
2.
Apa yang dimaksud hak taklifi? Dan apa
saja yang termasuk dalam hak taklifi?
3.
Apa berbedaan antara hak Allah dan hak
taklifi?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Hak Allah
Perbuatan mukalllaf yang berhubungan dengan hukum
syarak,jika bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat secara umum,maka hukumnya
adalah murni hak Allah,dan mukallaf tidak mempunyai pilihan sama
sekali,sedangkankan pelaksanaannya diserahkan
kepada waliul amry ( penguasa
atau pemerintah).
Yang dimaksud hak Allah yaitu, segala sesuatu yang dimaksudkan untuk mendekatkan
diri kepada allah, mengagungkannya dan menegakkan syiar-syiar agamanya, atau
mewujudkan kemashlahatan umum untuk dunia tanpa terbatas pada orang-orang
tertentu. Hak ini dinisbahkan kepada Allah, karena urgensi dan kemerataan
masyarakat manfaat yang dihasilkannya, artinya ia merupakan hak masyarakat.[1]
Adapun hak yang murni bagi Allah,menurut penelitian,dapat
disimpulkan kedalam beberapa hal berikut:
1. Ibadahmurnisepertisholat,puasa,zakat,dan
haji, dasardarisemuaibadahtersebut,yaituimandanislam.
Semuabentukibadahdandasar-dasarnyainitujuannyaadalahmenegakkan agamadaninimerupakankebutuhanprimer.untukketertibanmasyarakat.Hikmahpenetapanhukumsemuabentukibadahadalahuntukkemaslahatanumumbukanuntukkemaslahatanmukhalafsaja
2.
Ibadah yang
mengandung arti kesejahteraan seperti zakat fitrah.zakat fitrah disebut ibadah
karena ada upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan bersedekah kepada fakir
miskin.tetapi ia bukan ibadah murni.bahkan mengandung pengertian pajak jiwa
demi tetap dan terjaganya jiwa itu.inilah yang dimaksud para ulama dengan
mengandu ng arti kesejahteraan .karena itu zakat tidak menjadi kewajiban
seorang manusia untuk dirinya saja,melainkan juga untuk keluarga yang berada di
bawa kekuasaanya, seperti anak yang masih kecil dan pembantunya.seandainya
zakat fitrah ini adalah ibadah murni, niscaya bukan kewajiban seseorang kecuali
untuk dirinya sendiri.maka hendaknya zakat adalah termasuk macam ini, bukan
macam yang pertama,yakni ibadah murni.karena zakat termasuk ibadah yang
mengandung arti pajak untuk harta demi terjaga dan terpeliharanya harta. Oleh
karena itu menurut pendapat jumhur ulamak zakat itu wajib dalam harta orang
yang tidak memiliki keahlian,seperti anak kecil dan orang gila.jika ia termasuk
ibadah murni,niscaya tidak wajib kecuali bagi orang yang berakal dan dewasa
(mukhallaf).
3.
Pungutan yang di
tetapkan atas tanah pertanian;baik berupa pungutan 10% atau berdasarkan
pajak,baik ketetapan atas tanah 10% itu berupa sepersepuluh atau seperlima,atau
ketetapan atas tanah keperpajakan itu berupa pajak pekerjaaan atau pajak
pembagian.karena kedua pungutan ini adalah untuk kemaslahatan umum yang di
tuntut oleh kelestarian tanah bagi para pemiliknya dan usaha mengeluarkan hasil
bumi,seperti membagun sarana irigasi,memperbaiki cara bertani,membagun
jembatan,memperbaiki jalan,memelihara dari ancaman kerusakan,menolong fakir
miskin dan hal hal lain yang dituntun oleh kemaslahatan umum stabilitas
keamanan dan social ulamak usul mengatakan bahwa pungutan pertanian sebesar 10%
adalah kesejahteraan yang mengandung arti ibadah,sedangkan pungutan pertanian
dalam bentuk pajak adalah kesejahteraaan yang mengandung arti hukum.alasan
bahwa keduanya kesejahteraan yang sudah jelas, karena demi
kelestariannya.dengan pungutannya ini akan terjaga hak tanah atas pemiliknya
dengan mengeluarkan hasil tanpa merusaknya.sedangkan alasan bahwa alasan
pungutan tanah sebesar 10% mengandung arti ibadah juga,secara jelas karena
zakat hasil bumi diberikan kepada yang berhak menerimanya.adapun alas an bahwa
pungutan tanah berbentuk pajak itu mengandung arti hukuman belum jelas.karena
pungutan pajak yang ditetapkan oleh umar bin khattab atas tanah pertanian yang
tetap menjadi milik orang non muslim yang digunakan untuk kemaslahatan umum itu
berbeda dengan pungutan yang ditetapkan Allah atas tanah yang dikuasai oleh
umat islam dan digunakan oleh kemaslahatan umum.perselisihan pendapat yang
terjadi antara umar dan pembesar sahabat dalam menetapkan pungutan ini tidak
dapat diambil pengertian bahwa pungutan itu mengandung arti hukuman.[2]
4.
Pungutan-pungutan
yang ditetapkan pada barang rampasan perang,harta benda dan hasil tambang yang
terdapat dalam perut bumi.syar’I menetapkan 4/5
dari rampasan itu bagi mereka yang mendapatkannya dan seperlimanya untuk
kemaslahatan umum yang telah dijelaskan Allah SWT dalam alqur’an qs.al anfal:41
yang berbunyi:ketahuilah,sesungguhnya apa
yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang,maka sesungguhnya seperlima
untuk Allah,rosul,kerabat rosul,anak-anak yatim,orang-orang miskin dan ibnu
sabil.
5.
Jenis hukuman yang
sempurna yaitu:hukuman zina,hukum mencuri,hukuman pemberontak yang memerangi Allah
dan rosulnya,dan mereka yang membuat kerusakan diatas bumi.semuanya adalah
kemaslahatan masyarakat secara umum.
6.
Jenis hukuman yang
terbatas, yaitu pembunuh yang terhalang untuk mendapat bagian waris ( dari
harta si terbunuh ) adalah jenis hukuman yang terbatas.hukuman ini bersifat
pasif, karena pembunuh tidak mendapat siksaan fisik atau kerugian harta
benda.inilah adalah hak Allah,karena tidak ada keuntungan sama sekali bagi
sikorban.
7.
Hukuman yang
mengandung arti ibadah.seperti denda bagi orang yang melanggar sumpah,denda
bagi orang yang sengaja berbuka disiang hari pada bulan ramadhan,denda bagi
orang yang membunuh dengan tidak sengaja atau menzhihar istrinya.semuanya
adalah hukuman karena merupakan balasan atas kemaksiatan.oleh karena itu
disebut dengan kafarat atau denda, yakni penutup dosa didalamnya terkandung
arti ibadah karena melakukan sesuatu yang berbentuk ibadah,seperti puasa,sodakah
atau memerdekakan hamba sahaya.
Semua bentuk-bentuk ini adalah murni hak Allah dan
penetapannya adalah untuk kemaslahatan manusia secara umum. Dalam hal ini mukhallaf tidak punya pilihan sama
sekali dan tidak punya hak untuk menggugurkannya,karena ia tidak berhak
menggugurkan hak kecuali haknya sendiri.ia tidak memiliki hak menggugurkan
sholat,puasa,haji,sedekah yang wajib, pungutan wajib dan hukuman-hukuman
seperti hal tersebut karena bukan haknya.
Allah SWT memerintahkan agar umat
manusia melaksanakan hak Allah dan hak adami, sebagaimana firman-Nya dalam
surat Al-Ma’idah ayat 2 berikut ini. Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksaan-Nya.” (Q.S.
Al-Maidah: 2)
Kemudian dalam surah An-Nahl ayat 90
sebagai berikut: Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kaum kerabat, dan Dia
melarang (melakukan) perbutan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu apat mengambil pelajaran.” (Q.S. An-Nahl: 90)[3]
B. Hak Taklifi
Yang dimaksud hak mukallaf adalah hak individu yang
hukumnya disyariatkan khusus untuk kepentingan individu.Denganpenelitian di
tetapkan bahwa perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan hukum syarak
diantaranya termasuk murni hak Allah,murni hak mukallaf,diantaranya termasuk
hak keduanya tetapi hak Allah lebih besar,dan hak keduanya tetapi hak mukallaf
lebih besar.
Yang dimaksud
disini adalah menjaga kemaslahatan pribadi baik hak itu bersifat umum seperti
menjaga kesehatan, anak-anak, harta, memperoleh keamanan, melawan kejahatan dan
kezaliman, menikmati fasilitas umum milik negara,maupun hak itu bersifat khusus
seperti menghormati hak seseorang pemiik terhadap kepemilikannya, hak penjual
mendapat harga (uang) dan pembeli mendapatkan barangnya hak seseorang untuk
mendapatkan ganti dari hartanya yang dirusak dan mengembalikan harta yang
dirampas, hak istri untuk mendapatkan nafkah dari suaminya, hak ibu untuk
mengasuh anaknya dan ayah untuk memimpin anak-anaknya, hak setiap orang untuk
melakukan aktivitasnya dan lain-lain. [4]
Hukum atau
status hak ini adalah sang pemilik hak tidak boleh mundurdari haknya atau
mengugurkannya dengan cara menberi kemaafan, berdamai, membebaskan, atau
merelakannya. Hakinibisadiwariskantetapibisatadaakhul
(salingmengimpit) dengancaramenjatuhkanhukumanberulang kali
terhadapsatutindakkejahatansecaraterpisah. Pelaksanaanhakinibergantungpada sang
pemilikhakatauatauwalinya.
Adapun yang murni hak
mukhallaf misalnya,menanggung orang yang
telah merusak dengan harta yang sepadan atau senilai harganya. Hak tersebut
adalah murni bagi pemilik harta;jika dia mau menanggungnya dan jika tidak dia
berhak meninggalkannya.menahan barang yang digadai adalah murni hak penerima
gadai.menagih hutang adalah murni hak yang memberi hutang. Syar’I menetapkan
hak-hak itu bagi pemiliknya mereka berhak memilih jika mau mereka boleh
menggunakan atau menggugurkan haknya.karena setiap mukhallaf memiliki hak untuk
menggunakan haknya sendiri.dan hal ini tidak termasuk kemaslahatan umum.
C. Perbedaan Hak Allah dan Hak Mukallaf
Apabila hukum yang hak Allah dan hak mukhallaf menjadi
satu namun hak Allah dimenangkan adalah seperti hukuman menuduh zina.karena
hukuman ini ditinjau dari penjagaan terhadap harga manusia dan pelarangan
perbuatan aniaya dan saling bunuh berarti merealitir kemaslahatan umum,sehingga
termasuk hak Allah. Ditinjau dari segi sangkalan adanya aib pada wanita
bersuami yang dituduh berzina dan menampakkan kemulyaan dan kehormatannya maka
berarti berealisir kemaslahatan wanita itu dan termasuk hak individu. Tetapi tinjauan
pertama lebih jelas dalam masalah hukuman ini, oleh karena itu hak Allah di
menangkan.perempuan yang ditudu berzina tidak berhak menggugurkan hukuman bagi
penuduhnya karena dia tidak memiliki hak menggugurkan hukuman dalam hal
ini hak Allah dimenangkan. Perempuan itu
juga tidak memiliki hak untuk melaksanakan hukuman sendiri,karena hukuman yang
murni hak Allah atau hak Allah yang dimenagkan tidak dilaksanakan kecuali oleh
pemerintah.dan dilukai juga tidak berhak melaksanakan hukuman itu dengan
sendirinya.
Adapun hukum yang hak Allah dan hak mukhallaf menjadi
satu namun hak mukhallaf dimenangkan adalah seperti qishas sebab pembunuhan
yang disengaja.karena hukum qishash ditinjau dari segi bahwa didalanya
terkandung kehidupan manusia dengan memelihara jiwa mereka,berarti merealisir
kemaslahatan umum.dan dari segi bahwa qisas itu dapat mengobati luka
kerabat sikorban, juga memadamkan api
kemarahan dan kebencian mereka kepada pembunuh berarti merealisir kemaslahatan
khusus.tetapi tinjauan kedua dimenagkan,sehingga hak mukhallaf dimenangkan.oleh
karena itu wali sikorban boleh memaafkan agar si pembunuh tidak di qisas,dan
pembunuh itu tidak di qisas kecuali berdasarkan permintaan wali si korban
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa hukuman yang
ditetapkan dalam al Quran , yakni hukuman syara’ yang lima: Di antaranya adalah
hukuman yang murni hak Allah, yaitu hukuman zina, mencuri, dan hukuman berbuat
kerusakan di bumi dengan keluar dari kelompok islam (murtad);dan hukuman yang
menjadi hak Allah dan mukallaf tetapi
hak Allah dimenangkan, seperti hukuman menuduh zina kepada wanita bersuami.
Dalam kedua hukuman ini, korban tidak memiliki hak untuk memaafkan pelaku dan
tidak berhak melaksanakan hukuman dengan sendirinya, karena hak yang murni
milik Allah atau dimenangkan maka mukallaf tidak berhak menggugurkannya,
sedangkan yang diberi kuasa melaksanakannya adalah imam atau pemerintah,
Di antaranya hukuman yang menjadi hak Allah dan mukallaf
tetapi hak mukallaf dimenangkan, yaitu qishash, maka korban boleh memaafkan
pelaku pembunuhan. Jikadiputuskanhukumqishashataupembunuh,
makakorbanbolehmelaksanakanhukumanitu. Allah
Swt. Bersabda dalam artian: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.Maka barang sipa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang ( memaafkan ) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah ( yang diberi maaf ) membayar (diat)
kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).”(QS. Al Baqarah:178)
Dari keterangan di atas ada dua penjelasan Pertama: setiap bentuk hukuman syara’
di dalamnya ada hak Allah, artinya untuk masyarakat.Tetapi hak ini
kadang-kadang murni dan kadang-kadang disertai hak individu; adakalanya
dimenangkan dan adakalanya dikalahkan.Kedua:
syariat agama islam itu terpisah dengan pandangankriminal dalam undang-undang
positif kita, tentang hukuman qishash atas pembunuhan yang disengaja dan
hukuman bagi istri yang terbukti berzina.
Tentang hukuman qishash atas pembunuhan yang disengaja
syariat islam menetapkan hukuman ini bagi korban, yakni keluarga si pembunuh. Di
dalamnyaterkandunghakAllah, yaituuntukmasyarakatumum,
sedangkanhakkeluargakorbandimenangkan.Syariatislammenetapakanhakbaginyauntukmenghapusdakwaantuntutanqishash.
Islam
jugamenetapkanhakbagimerekauntukmemberiampunanketikahukumanqishashtelahditetapkandanberhakmelaksanakanhukumanitu.SyariatislammenetapkanbahwadalamqishashitujugaterdapathakAllah,
yakniketikapihakkorbanmemberiampunanmakapemerintahhendaknyamenghukumsipelaku
yang menerutpihakpemerintahdapatmemberipelajaranbaginyadanbagilainnya. Karenagugurnyahaksalahsatupihaktidakdapatmenggugurkanhak
yang lain.
Sedangkanundang-undangpositiftelahmenetapkanbahwahukumaniniadalahmurnihakmasyarakat.Jugamenetapkangugurnyadakwaanataspembunuhadalahtermasukpenggantian yangbersifatumum.
Sehinggakorbantidakberhakmemberiampunan, tidak pula melaksanakanhukumansecaralangsung,
kartenakeduanyaaadalahhakpemerintah.[5]
Dalamhukumanterhadapistri yang terbuktiberzina;
syariatislammenetapkanbahwahukumaninimurnihakAllah, yakniuntukmasyarakat.
Menetapkanpenggugurandakwaanatasperempuan yang
berzinaadalahtermasukpenggantiansecaraumumdanmenetapkanpelaksanaanhukumadalahtermasuktugaspenguasapelaksanahukuman.Suamiatau
yang
laintidakberhakmenghentikanpelaksanaandakwaanataswanitaitudantidakberhakmenghentikanpelaksanaanhukuman
yang telahdiputuskan. Sedangkandalamundang-undangpositif,
dakwaanitutidakdihapuskankecualiataspengaduansuami,
suamijugaberhakmenghentikankelangsunganhukumanatasistrinya.Jikahukumantelahdiputuskanatassiistri,
makasuamibolehmenghentikanpelaksanaanhukumnyadengankerelaanuntukmenggaulinya.[6]
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zuhaili, Wahhab. 2010.
Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Darul Fikir GIP
Hamid, Abdul
danBeni Ahmad Saebani.2009.FiqhIbadah. Bandung: PustakaSetia
Khallaf, Abdul Wahhah. 2003. Ilmu Ushul Fiqh. jakarta:
Pustaka Amani
[1]WahhabAz-Zuhaili, Fiqih Islam WaAdillatuhu, (Jakarta:
DarulFikir GIP, 2010)
[2]Abdul Wahhah khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (jakarta:
Pustaka Amani, 2003)
[4]Opcit
[5]Abdul Wahhah khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (jakarta:
Pustaka Amani, 2003)
[6]Abdul Wahhah khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (jakarta:
Pustaka Amani, 2003)
untuk judul lain bisa di klik di ARSIP BLOG ya Adik-adik :D hehehe
BalasHapusthanks berat udah pada berkunjung kesini :)