Senin, 06 Juni 2016

HAK ALLAH DAN HAK TAKLIFI



HAK ALLAH DAN HAK TAKLIFI

PENYUSUN:
AHMAD ADABY A.R
FAJAR WIJAKSONO
INDAHTINI RAMADIYANTI
MUSLIHAH

DOSEN PEMBIMBING : KHOIRUN NASIK, SHI., MHI


UNIVERSITASTRUNOJOYO MADURA
FAKULTASILMU-ILMU KEISLAMAN
EKONOMI SYARI’AH ‘’A’’2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Hak Allah.......................................................................................................... 4
B.     Hak Taklifi........................................................................................................ 7
C.     Perbedaan Hak Allah dan Hak Taklifi.............................................................. 8
Daftar Pustaka............................................................................................................. 12
















BAB I
PENDAHLUAN
A.    Latar belakang
Setiap perbuatan yang dilakukan pasti memiliki tujuan dan manfaat. Ada suatu perbuatan yang dilakukan semata-mata karena dan hanya untuk Allah dengan manfaatnya untuk diri sendiri dan ada juga perbuatan yang dilakukan semata-mata karena Allah dan hanya untuk Allah tetapi manfaatnya untuk kemaslahatan hidup bersama. Setiap perbuatan yang dilakukan selalu memiliki nilai. Hanya saja nilai itu tidak dapat diketahui oleh panca indra. Nilai itu bisa disebut juga sebagai pahala sebagai imbalan dari ibadah. Besar dan kecilnya pahala itu bergantung pada besarnya niat yang ada di dalam hati. Sudah menjadi hak Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pengatur untuk memberikan seberapa besar pahala terhadap perbuatan yang dilakukan.
Perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan hukum syari’at, jika tujuan perbuatan itu ( adalah untuk ) kepentingan masyarakat secara umum, maka hukum perbuatan itu adalah murni hak Allah, dan tidak ada pilihan bagi mukallaf dalam hal itu. Pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh waliyullah amri (penguasa pemerintahan). Jika tujuannya adalah untuk kepentingan mukallaf secara khusus, maka hukumnya adalah murni hak mukallaf, dan dalam pelaksanaannya dia punya hak pilih. Jika tujuannya adalah kepentingan masyarakat lebih menonjol, maka hak Allah yang dimenangkan dalam kepentingan itu, dan hukumnya sebagaimana hukum kepentingan yang murni hak Allah. Bila kepentingan mukallaf disana lebih menonjol, maka yang dimenangkan disana adalah kepentingan mukallaf, dan hukumnya adalah sebagaimana hukum kepentingan yang murni hak mukallaf.

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah
1.         Apa yang dimaksud hak Allah? Dan apa saja yang termasuk dalam hak Allah?
2.         Apa yang dimaksud hak taklifi? Dan apa saja yang termasuk dalam hak taklifi?
3.         Apa berbedaan antara hak Allah dan hak taklifi?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hak Allah
Perbuatan mukalllaf yang berhubungan dengan hukum syarak,jika bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat secara umum,maka hukumnya adalah murni hak Allah,dan mukallaf tidak mempunyai pilihan sama sekali,sedangkankan pelaksanaannya diserahkan  kepada waliul amry ( penguasa atau pemerintah).
Yang dimaksud hak Allah yaitu, segala sesuatu yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada allah, mengagungkannya dan menegakkan syiar-syiar agamanya, atau mewujudkan kemashlahatan umum untuk dunia tanpa terbatas pada orang-orang tertentu. Hak ini dinisbahkan kepada Allah, karena urgensi dan kemerataan masyarakat manfaat yang dihasilkannya, artinya ia merupakan hak masyarakat.[1]
Adapun hak yang murni bagi Allah,menurut penelitian,dapat disimpulkan kedalam beberapa hal berikut:
1.    Ibadahmurnisepertisholat,puasa,zakat,dan haji, dasardarisemuaibadahtersebut,yaituimandanislam. Semuabentukibadahdandasar-dasarnyainitujuannyaadalahmenegakkan agamadaninimerupakankebutuhanprimer.untukketertibanmasyarakat.Hikmahpenetapanhukumsemuabentukibadahadalahuntukkemaslahatanumumbukanuntukkemaslahatanmukhalafsaja
2.    Ibadah yang mengandung arti kesejahteraan seperti zakat fitrah.zakat fitrah disebut ibadah karena ada upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan bersedekah kepada fakir miskin.tetapi ia bukan ibadah murni.bahkan mengandung pengertian pajak jiwa demi tetap dan terjaganya jiwa itu.inilah yang dimaksud para ulama dengan mengandu ng arti kesejahteraan .karena itu zakat tidak menjadi kewajiban seorang manusia untuk dirinya saja,melainkan juga untuk keluarga yang berada di bawa kekuasaanya, seperti anak yang masih kecil dan pembantunya.seandainya zakat fitrah ini adalah ibadah murni, niscaya bukan kewajiban seseorang kecuali untuk dirinya sendiri.maka hendaknya zakat adalah termasuk macam ini, bukan macam yang pertama,yakni ibadah murni.karena zakat termasuk ibadah yang mengandung arti pajak untuk harta demi terjaga dan terpeliharanya harta. Oleh karena itu menurut pendapat jumhur ulamak zakat itu wajib dalam harta orang yang tidak memiliki keahlian,seperti anak kecil dan orang gila.jika ia termasuk ibadah murni,niscaya tidak wajib kecuali bagi orang yang berakal dan dewasa (mukhallaf).
3.    Pungutan yang di tetapkan atas tanah pertanian;baik berupa pungutan 10% atau berdasarkan pajak,baik ketetapan atas tanah 10% itu berupa sepersepuluh atau seperlima,atau ketetapan atas tanah keperpajakan itu berupa pajak pekerjaaan atau pajak pembagian.karena kedua pungutan ini adalah untuk kemaslahatan umum yang di tuntut oleh kelestarian tanah bagi para pemiliknya dan usaha mengeluarkan hasil bumi,seperti membagun sarana irigasi,memperbaiki cara bertani,membagun jembatan,memperbaiki jalan,memelihara dari ancaman kerusakan,menolong fakir miskin dan hal hal lain yang dituntun oleh kemaslahatan umum stabilitas keamanan dan social ulamak usul mengatakan bahwa pungutan pertanian sebesar 10% adalah kesejahteraan yang mengandung arti ibadah,sedangkan pungutan pertanian dalam bentuk pajak adalah kesejahteraaan yang mengandung arti hukum.alasan bahwa keduanya kesejahteraan yang sudah jelas, karena demi kelestariannya.dengan pungutannya ini akan terjaga hak tanah atas pemiliknya dengan mengeluarkan hasil tanpa merusaknya.sedangkan alasan bahwa alasan pungutan tanah sebesar 10% mengandung arti ibadah juga,secara jelas karena zakat hasil bumi diberikan kepada yang berhak menerimanya.adapun alas an bahwa pungutan tanah berbentuk pajak itu mengandung arti hukuman belum jelas.karena pungutan pajak yang ditetapkan oleh umar bin khattab atas tanah pertanian yang tetap menjadi milik orang non muslim yang digunakan untuk kemaslahatan umum itu berbeda dengan pungutan yang ditetapkan Allah atas tanah yang dikuasai oleh umat islam dan digunakan oleh kemaslahatan umum.perselisihan pendapat yang terjadi antara umar dan pembesar sahabat dalam menetapkan pungutan ini tidak dapat diambil pengertian bahwa pungutan itu mengandung arti hukuman.[2]
4.    Pungutan-pungutan yang ditetapkan pada barang rampasan perang,harta benda dan hasil tambang yang terdapat dalam perut bumi.syar’I menetapkan 4/5  dari rampasan itu bagi mereka yang mendapatkannya dan seperlimanya untuk kemaslahatan umum yang telah dijelaskan Allah SWT dalam alqur’an qs.al anfal:41 yang berbunyi:ketahuilah,sesungguhnya apa yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang,maka sesungguhnya seperlima untuk Allah,rosul,kerabat rosul,anak-anak yatim,orang-orang miskin dan ibnu sabil.
5.    Jenis hukuman yang sempurna yaitu:hukuman zina,hukum mencuri,hukuman pemberontak yang memerangi Allah dan rosulnya,dan mereka yang membuat kerusakan diatas bumi.semuanya adalah kemaslahatan masyarakat secara umum.
6.    Jenis hukuman yang terbatas, yaitu pembunuh yang terhalang untuk mendapat bagian waris ( dari harta si terbunuh ) adalah jenis hukuman yang terbatas.hukuman ini bersifat pasif, karena pembunuh tidak mendapat siksaan fisik atau kerugian harta benda.inilah adalah hak Allah,karena tidak ada keuntungan sama sekali bagi sikorban.
7.    Hukuman yang mengandung arti ibadah.seperti denda bagi orang yang melanggar sumpah,denda bagi orang yang sengaja berbuka disiang hari pada bulan ramadhan,denda bagi orang yang membunuh dengan tidak sengaja atau menzhihar istrinya.semuanya adalah hukuman karena merupakan balasan atas kemaksiatan.oleh karena itu disebut dengan kafarat atau denda, yakni penutup dosa didalamnya terkandung arti ibadah karena melakukan sesuatu yang berbentuk ibadah,seperti puasa,sodakah atau memerdekakan hamba sahaya.
Semua bentuk-bentuk ini adalah murni hak Allah dan penetapannya adalah untuk kemaslahatan manusia secara umum. Dalam  hal ini mukhallaf tidak punya pilihan sama sekali dan tidak punya hak untuk menggugurkannya,karena ia tidak berhak menggugurkan hak kecuali haknya sendiri.ia tidak memiliki hak menggugurkan sholat,puasa,haji,sedekah yang wajib, pungutan wajib dan hukuman-hukuman seperti hal tersebut karena bukan haknya.
Allah SWT memerintahkan agar umat manusia melaksanakan hak Allah dan hak adami, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Ma’idah ayat 2 berikut ini. Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksaan-Nya.” (Q.S. Al-Maidah: 2)
Kemudian dalam surah An-Nahl ayat 90 sebagai berikut: Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kaum kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbutan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu apat mengambil pelajaran.” (Q.S. An-Nahl: 90)[3]


B.     Hak Taklifi
Yang dimaksud hak mukallaf adalah hak individu yang hukumnya disyariatkan khusus untuk kepentingan individu.Denganpenelitian di tetapkan bahwa perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan hukum syarak diantaranya termasuk murni hak Allah,murni hak mukallaf,diantaranya termasuk hak keduanya tetapi hak Allah lebih besar,dan hak keduanya tetapi hak mukallaf lebih besar.
Yang dimaksud disini adalah menjaga kemaslahatan pribadi baik hak itu bersifat umum seperti menjaga kesehatan, anak-anak, harta, memperoleh keamanan, melawan kejahatan dan kezaliman, menikmati fasilitas umum milik negara,maupun hak itu bersifat khusus seperti menghormati hak seseorang pemiik terhadap kepemilikannya, hak penjual mendapat harga (uang) dan pembeli mendapatkan barangnya hak seseorang untuk mendapatkan ganti dari hartanya yang dirusak dan mengembalikan harta yang dirampas, hak istri untuk mendapatkan nafkah dari suaminya, hak ibu untuk mengasuh anaknya dan ayah untuk memimpin anak-anaknya, hak setiap orang untuk melakukan aktivitasnya dan lain-lain. [4]
Hukum atau status hak ini adalah sang pemilik hak tidak boleh mundurdari haknya atau mengugurkannya dengan cara menberi kemaafan, berdamai, membebaskan, atau merelakannya. Hakinibisadiwariskantetapibisatadaakhul (salingmengimpit) dengancaramenjatuhkanhukumanberulang kali terhadapsatutindakkejahatansecaraterpisah. Pelaksanaanhakinibergantungpada sang pemilikhakatauatauwalinya.
Adapun yang murni hak mukhallaf  misalnya,menanggung orang yang telah merusak dengan harta yang sepadan atau senilai harganya. Hak tersebut adalah murni bagi pemilik harta;jika dia mau menanggungnya dan jika tidak dia berhak meninggalkannya.menahan barang yang digadai adalah murni hak penerima gadai.menagih hutang adalah murni hak yang memberi hutang. Syar’I menetapkan hak-hak itu bagi pemiliknya mereka berhak memilih jika mau mereka boleh menggunakan atau menggugurkan haknya.karena setiap mukhallaf memiliki hak untuk menggunakan haknya sendiri.dan hal ini tidak termasuk kemaslahatan umum.

C.    Perbedaan Hak Allah dan Hak Mukallaf
Apabila hukum yang hak Allah dan hak mukhallaf menjadi satu namun hak Allah dimenangkan adalah seperti hukuman menuduh zina.karena hukuman ini ditinjau dari penjagaan terhadap harga manusia dan pelarangan perbuatan aniaya dan saling bunuh berarti merealitir kemaslahatan umum,sehingga termasuk hak Allah. Ditinjau dari segi sangkalan adanya aib pada wanita bersuami yang dituduh berzina dan menampakkan kemulyaan dan kehormatannya maka berarti berealisir kemaslahatan wanita itu dan termasuk hak individu. Tetapi tinjauan pertama lebih jelas dalam masalah hukuman ini, oleh karena itu hak Allah di menangkan.perempuan yang ditudu berzina tidak berhak menggugurkan hukuman bagi penuduhnya karena dia tidak memiliki hak menggugurkan hukuman dalam hal ini  hak Allah dimenangkan. Perempuan itu juga tidak memiliki hak untuk melaksanakan hukuman sendiri,karena hukuman yang murni hak Allah atau hak Allah yang dimenagkan tidak dilaksanakan kecuali oleh pemerintah.dan dilukai juga tidak berhak melaksanakan hukuman itu dengan sendirinya.
Adapun hukum yang hak Allah dan hak mukhallaf menjadi satu namun hak mukhallaf dimenangkan adalah seperti qishas sebab pembunuhan yang disengaja.karena hukum qishash ditinjau dari segi bahwa didalanya terkandung kehidupan manusia dengan memelihara jiwa mereka,berarti merealisir kemaslahatan umum.dan dari segi bahwa qisas itu dapat mengobati luka kerabat  sikorban, juga memadamkan api kemarahan dan kebencian mereka kepada pembunuh berarti merealisir kemaslahatan khusus.tetapi tinjauan kedua dimenagkan,sehingga hak mukhallaf dimenangkan.oleh karena itu wali sikorban boleh memaafkan agar si pembunuh tidak di qisas,dan pembunuh itu tidak di qisas kecuali berdasarkan permintaan wali si korban
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa hukuman yang ditetapkan dalam al Quran , yakni hukuman syara’ yang lima: Di antaranya adalah hukuman yang murni hak Allah, yaitu hukuman zina, mencuri, dan hukuman berbuat kerusakan di bumi dengan keluar dari kelompok islam (murtad);dan hukuman yang menjadi hak Allah dan mukallaf  tetapi hak Allah dimenangkan, seperti hukuman menuduh zina kepada wanita bersuami. Dalam kedua hukuman ini, korban tidak memiliki hak untuk memaafkan pelaku dan tidak berhak melaksanakan hukuman dengan sendirinya, karena hak yang murni milik Allah atau dimenangkan maka mukallaf tidak berhak menggugurkannya, sedangkan yang diberi kuasa melaksanakannya adalah imam atau pemerintah,
Di antaranya hukuman yang menjadi hak Allah dan mukallaf tetapi hak mukallaf dimenangkan, yaitu qishash, maka korban boleh memaafkan pelaku pembunuhan. Jikadiputuskanhukumqishashataupembunuh, makakorbanbolehmelaksanakanhukumanitu. Allah Swt. Bersabda dalam artian: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.Maka barang sipa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang ( memaafkan ) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah ( yang diberi maaf ) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).”(QS. Al Baqarah:178)
Dari keterangan di atas ada dua penjelasan Pertama: setiap bentuk hukuman syara’ di dalamnya ada hak Allah, artinya untuk masyarakat.Tetapi hak ini kadang-kadang murni dan kadang-kadang disertai hak individu; adakalanya dimenangkan dan adakalanya dikalahkan.Kedua: syariat agama islam itu terpisah dengan pandangankriminal dalam undang-undang positif kita, tentang hukuman qishash atas pembunuhan yang disengaja dan hukuman bagi istri yang terbukti berzina.
Tentang hukuman qishash atas pembunuhan yang disengaja syariat islam menetapkan hukuman ini bagi korban, yakni keluarga si pembunuh. Di dalamnyaterkandunghakAllah, yaituuntukmasyarakatumum, sedangkanhakkeluargakorbandimenangkan.Syariatislammenetapakanhakbaginyauntukmenghapusdakwaantuntutanqishash. Islam jugamenetapkanhakbagimerekauntukmemberiampunanketikahukumanqishashtelahditetapkandanberhakmelaksanakanhukumanitu.SyariatislammenetapkanbahwadalamqishashitujugaterdapathakAllah, yakniketikapihakkorbanmemberiampunanmakapemerintahhendaknyamenghukumsipelaku yang menerutpihakpemerintahdapatmemberipelajaranbaginyadanbagilainnya.  Karenagugurnyahaksalahsatupihaktidakdapatmenggugurkanhak yang lain. Sedangkanundang-undangpositiftelahmenetapkanbahwahukumaniniadalahmurnihakmasyarakat.Jugamenetapkangugurnyadakwaanataspembunuhadalahtermasukpenggantian  yangbersifatumum. Sehinggakorbantidakberhakmemberiampunan, tidak pula melaksanakanhukumansecaralangsung, kartenakeduanyaaadalahhakpemerintah.[5]
Dalamhukumanterhadapistri yang terbuktiberzina; syariatislammenetapkanbahwahukumaninimurnihakAllah, yakniuntukmasyarakat. Menetapkanpenggugurandakwaanatasperempuan yang berzinaadalahtermasukpenggantiansecaraumumdanmenetapkanpelaksanaanhukumadalahtermasuktugaspenguasapelaksanahukuman.Suamiatau yang laintidakberhakmenghentikanpelaksanaandakwaanataswanitaitudantidakberhakmenghentikanpelaksanaanhukuman yang telahdiputuskan. Sedangkandalamundang-undangpositif, dakwaanitutidakdihapuskankecualiataspengaduansuami, suamijugaberhakmenghentikankelangsunganhukumanatasistrinya.Jikahukumantelahdiputuskanatassiistri, makasuamibolehmenghentikanpelaksanaanhukumnyadengankerelaanuntukmenggaulinya.[6]





















DAFTAR PUSTAKA

Az-Zuhaili, Wahhab. 2010.  Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Darul Fikir GIP
Hamid, Abdul danBeni Ahmad Saebani.2009.FiqhIbadah. Bandung: PustakaSetia
Khallaf, Abdul Wahhah. 2003. Ilmu Ushul Fiqh. jakarta: Pustaka Amani




[1]WahhabAz-Zuhaili, Fiqih Islam WaAdillatuhu, (Jakarta: DarulFikir GIP, 2010)
[2]Abdul Wahhah khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (jakarta: Pustaka Amani, 2003)
[3]Hamid, Abdul danBeni Ahmad Saebani, FiqhIbadah, (Bandung: PustakaSetia, 2009)

[4]Opcit
[5]Abdul Wahhah khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (jakarta: Pustaka Amani, 2003)
[6]Abdul Wahhah khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (jakarta: Pustaka Amani, 2003)

1 komentar:

  1. untuk judul lain bisa di klik di ARSIP BLOG ya Adik-adik :D hehehe
    thanks berat udah pada berkunjung kesini :)

    BalasHapus