Senin, 06 Juni 2016

Ranah/Wilayah Ijtihad



Ushul Fiqh
“Ranah/Wilayah Ijtihad”


Disusun Oleh :

         Ahmad Adaby A.R     130721100061
         Kamila rosyada           130721100047
         Mohamad.Duhri          130721100019
         Sitiholifah                    130721100015
          


Ekonomi Syariah “A”             
Universitas Negeri Trunojoyo Madura
Prodi Ekonomi Syariah
2015


Kata Pengantar
            Pertama-tama kami ingin ucapakan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapakan terima kasih pada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini.
          Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami bersedia menerima kritik dan saran supaya kami bisa memperbaiki makalah kami di masa datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sehingga para pembaca dapat memahami tentang Ranah/Wilayah Ijtihad.


                                                                                                             Penulis,


Daftar Isi
Halaman judul.................................................................................................. 1
Kata pengantar................................................................................................. 2
Daftar isi........................................................................................................... 3
Bab 1 Pendahuluan
A.    Latar belakang............................................................................... 4
Bab 2 Pembahasan
A.    Pengertian Ijtihad........................................................................ 5
B.     Pentingnya Ijtihad....................................................................... 5
C.     Bidang Ijtihad............................................................................. 7
D.    Contoh......................................................................................... 8
E.     Hal Penting Beraitan dengan Ijtihad........................................... 9
Bab 3 Penutup
A.    Kesimpulan................................................................................... 10
Daftar Pustaka.................................................................................................. 11




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam sejarah pemikiran islam, ijtihad telah banyak digunakan sejak dahulu. Esensi ajaran Al-qur’an dan Hadits memang menghendaki adanya ijtiihad. Al-qur’an dan hadits kebanyakan hanya menjelaskan garis besarnya saja, maka ulama berusaha menggali maksud dan rinciannya dari kedua sumber tersebut melalui ijtihad.
Kemudian setelah wafatnya Rasulullah islam semakin luas dan para sahabat menyebar keberbagai penjuru sehingga mereka dihadapkan pada berbagai persoalan yang tidak ditemukan hukumnya dalam Al-qur’an dan al-hadits. Hal itu, mengharuskan mereka menyelesaikannya dengan cara ijtihad.
Pada masa berikutnya peristiwa-peristiwa baaru semakin kompleks, sehingga para pemuka Agama yang sudah mempunyai keilmuan yang sangat luas merespon belbagai persoalan itu dengan metode ijtihad yang mereka konsep.
Jadi, begitu pentingnya memahami ijtihad sebagai kunci untuk menyelesaikan problem-problem yang dihadapi oleh umat islam sejak dulu, sekarang dan yang akan mendatang. Ijtihad sebagai sumber ketiga setelah Al-qur’an dan Hadits. Inilah yang membuat islam tidak kehilangan karakternya sebagai agama yang dinamis. makalah ini penulis mengulas sedikit tentang ijtihad, berkisar bagaimana pengertian ijtihad, pentingnya ijtihad, bidang ijtihad, contoh dari ijtihad, hal penting beraitan dengan ijtihad, syarat mujtahid?
BAB III
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ijtihad
Kata ijtihad secara etimologi berarti bersungguh-sungguh dalam menggunakan tenaga baik fisik maupun pikiran. Dikalangan ulama ushul fiqh terdapat beberapa redaksi dalam mendefinisikan ijtihad, namun intinya adalah sama. Sebagai contoh, Ibn Abd al-Syakur, dari kalangan hanafiyah mendefiniskan sebagai: “pengerahan kemampuan untuk menemukan kesimpulan hukum-hukum syara’ sampai ke tingkat zhanni (dugaan keras) sehingga mujtahid itu merasakan tidak bisa lagi berupaya lebih dari itu”.
Sedangkan al-Baidawi, ahli ushul fiqh dari kalangan Syafi’iyah mendefinisikan sebagai: “pengerahan seluruh kemampuan dalam upaya menemukan hukum-hukum syara’”. Lebih jelas lagi definisi ijtihad menurut Abu Zahra ahli ushul fiqh yang hidup pada awal abad kedua puluh ini mendefinisikan ijtihad sebagai: “pengerahan seorang ahli fikih akan kemampuan dalam upaya menemukan hukum yang berhubungan dengan amal perbuatan dari satu persatu dalilnya”.
Definisi ijtihad lain yang dikemukakan oleh Abu zahra adalah: “mencurahkan seluruh kemampuan secara maksimal, baik untuk meng-istinbat-kan hukum syara’, maupun dalam penerapannya”. Berdasarkan definisi ini ijtihad terbagi kepada dua macam, yaitu ijtihad untuk membentuk atau meng-istinbat-kan hukum dari dalilnya, dan ijtihad untuk menerapkannya[1].
B.     Pentingnya Ijtihad
“Jika setelah kegaiban Qa’im-mu tiada lagi seorang pun dari para ulama yang: mengajak kepada beliau (sang Imam); membimbing orang-orang menuju beliau; melindungi agama beliau dengan hujjah Allah; menyelamatkan hamba-hamba Allah yang lemah dari perangkap Iblis (Setan) dan kotorannya, dan jebakan musuh-musuh (bagi Ahlulbait), maka tidak akan tersisa lagi seorang pun (di muka Bumi) kecuali dia akan meninggalkan agama Allah. Namun, para ulama telah mengikhlaskan diri menjadi pelindung jiwa para pengikut kami yang lemah sebagaimana seorang kapten kapal mengendalikan kehidupan dan keselamatan orang-orang yang di atas kapalnya. Maka, paraulamaadalah orang-orang terbaikdalampandangan Allah, yang MahamuliadanMahaagung.”Biharul Anwar, juz 2, hal. 6, bag. 8, had. 12
SelamakehidupanNabi Muhammad (salambaginyadankeluarganya), beliauadalahwewenangtunggaldalamseluruhperkara agama danpolitik, danperkara-perkara yang berkaitandengan agama ataupunmasalah-masalah yang berkembangdalammasyarakatdisampaikankepadabeliauataukepada orang yang telahbeliauberikanwewenang (berdasarkanpetunjukdari Allah) atasparamukmin. Dengankepergianbeliau, rantaipenerus – 12 Imam – pun bermula. Pemimpinpertama yang ditunjuksecaraekplisitadalah Ali bin AbiThalib (salambaginya) danpenerusterakhiradalah Imam keduabelas, al-Hujjah bin al-Hasan al-Askari (semoga Allah mempercepatkemunculannya).
Kepemimpinan Imam kedua belas sangat berbeda dengan kesebelas imam sebelumnya atas berkat kebijaksanaan Allah, dia diwajibkan memasuki dua bentuk kegaiban yang berbeda dan terpisah. Kegaibankecilbeliauberlangsungselamalebihdari 60 tahunketikaempat orang wakilkhususditunjuk.Merekabertanggungjawabmenyampaikanpertanyaan-pertanyaantentangmasalahsehari-haridarimukminkepada Imam, mengumpulkanberbagaidanakeislaman (khumus, zakat, dll.) danmenyalurkannyamenurutarahan Imam, dantugas-tugaslainnya.
Setelahkematianwakilkeempatpadatahun 328 H, pintuperwakilankhusus pun ditutup. Namun, pembimbingantidaklahberhentidanberdasarkanarahan yang dikeluarkanoleh Imam keduabelas, mereka (paramukmin) harusmengikutiparaulama (Fuqaha) yang“...menjagajiwanya, melindungiagamanya, danmengikutiperintahTuannya (Allah)...” Maka, perwakilanumumtersebutdibebankan di pundakparamarjataqlid.[2]
C.    Bidang Ijtihad
Bidang / hal-hal yang di jadikan ijtihad yaitu permasalahan yang tidak di tegaskan langsung oleh nash yang jelas dan pasti.tidak boleh melakukan ijtihad dalam masalah yang terdapat dalam nash yang jelas dan pasti.
Jika kejadian yang hendak di ketahui hukum sayaraknya itu telah di tunjukan oleh dalil yang syarih dan petunjuk seta maknanya adalah pasti, maka tidak ada peluang untuk berijtihad.
Atas dasar ini maka semua ayat-ayat hukum yang di tafsiri dan telah menunjukan arti dengan jelas serta tidak mungkin di takwil maka wajib menerapkannya dan tidak ada peluang untuk berijtihad dalam kajian yang di terapkan itu[3].
Dalam firman allah yang artinya

 Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman
Tidakadaijtihaddalamhaljumlahhitunganderabegitu pula dalamsetiaphukumanataudenda yang di tentukan.
Lebihrincinyamedanijtihadsebagaiberikut:
·            Masalah-masalahbaru yang hukumnyabelumdiketahuidanditegaskanolehnash Al-Qur’an atau As-Sunahsecarajelas.
·            Masalah-masalahbaru yang hukumnyabelumdiijma’iolehulama’ atauaimamatulmujtahidin.
·            Nash-nashdhonnydandalil-dalilhukum yang diperselisihkan.
·            Hukum Islam yang ma’qululma’naatauta’aqquly (illat-nyadapatdiketahuimujtahid)[4]
D.    Contoh
Salah satu contoh dari ijtihad adalah suatu peristiwa di zaman Khalifah Umar ibn Khattab, di mana para pedagang Muslim bertanya kepada Khalifah berapa besar cukai yang harus dikenakan kepada para pedagang asing yang berdagang di negara Khalifah. Jawaban dari pertanyaan ini belum dimuat secara terperinci dalam Al-Quran maupun hadis, maka Khalifa Umar ibn Khattab selanjutnya berijtihad dengan menetapkan bahwa cukai yang dibayarkan oleh pedagang adalah disamakan dengan taraf yang biasanya dikenakan kepada para pedagang Muslim oleh negara asing, di mana mereka berdagang[5].
E.     Hal Penting Berkaitan dengan Ijtihad
1.      mujtahid
a.       MujtahidTingkatan-tingkatanmustaqil (independen) adalahtingkattertinggi, ataudisebutdenganmujtahidmutlaq. Merekadisebutmujtahidmustaqilkarenamerekaterbebasdaribertaqlidkepadamujtahidlain, baikdalammetodeistinbatmaupundalamfuru’.
b.      Mujtahid muntasib, yaitu mujtahid yang dalam masalah ushul fiqh, meskipun dari segi kemampannya ia mampu merumuskannya namun teteap beregang pada ushul fiqh salah seorang imam mujtahid mustaqil, seperti berpegang pada ushul fiqh abu hanifah. Akan tetapimerekabebasdalamberijtihadtanpaterikatdengansalahseorangmujtahidmustaqil.
c.       Mujtahid fi al-Mazhab, yaitutingkatmujtahid yang dalamushulfiqhdanfuru’ bertaklidpada imam mujtahidtertentu. Merekadisebutmujtahidkarenamerekaberijtihaddalammeng-istinbat-kanhukumpadapermasalahan-permasalahan yang tidakditemukandalambuku-bukumadzhab imam mujtahid yang menjadipanutannya.
d.      Mujtahid fi at-Tarjih, yaitu mujtahid yang kegiatannya bukan meng-istinbat-kan hukum tetapi terbatas memperbandinhkan berbagai madzhab atau penapat dan mempunyai kemampuan untuk mentarjih atau memilih salah satu pendapat terkuat dari pendapat-pendapat yang ada, dengan memakai metode tarjih yang telah dirumuskan oleh ulama-ulama mujtahid sebelumnya[6].
2.      Syarat Mujtahid
Wahbah az-Zuhaili menyimpulkan ada delapan persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid:
a)      Mengerti dengan makna-makna yang dikandung oleh ayat-ayat hukum dalam al-qur’an baik secara bahasa maupun menurut istilah syariat. Tidak perlu menghafal diluar kepala dan tidak pula perlu menghafal seluruh A-Qur’an. Seorang mujtahid cukup mengetahui tempat-tempat dimana ayat-ayat hukum itu berada sehingga mudah baginya menemukan waktu yang dibutuhkan.
b)      Mengetahui tentang hadis-hadis hukum baik secara bahasa maupun dalam pemakaian syara’, seperti telah diuraikan pada syarat pertama. Seperti halnya Al-Qur’an, maka dalam masalah hadis juga tidak mesti dihafal seluruh hadis yang berhubungan dengan hukum, tetapi cukup adanya pengetahuan dimana hadis-hadis hukum yang dapat dijangkau bilamana diperlukan.
c)      Mengetahui tentang mana ayat atau hadis yang telah di mansukh (telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Allah atau Rasul-nya), dan mana ayat atau hadis yang me-nasakh atau sebagai penggantinya.
d)     Mempunyai pengetahuan tentang masalah-masalah yang sudah terjadi ijma’ tentang hukumnya dan mengetahui tempat-tempatnya. Pengetahuan ini diperlukan agar seorang mujtahid dalam ijtihadnya tidak menyalahi hukum yang telah disepakati para ulama.
e)      Mengetahui tentang seluk beluknya qiyas, seperti syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, tentang illat hukum dan cara menemukan illat itu dari ayat atau hadis, dan mengetahui kemaslahatan yang dikandung oleh suatu ayat hukum dan prinsip-prinsip umum syariat Islam.
f)       Menguasi bahasa arab serta ilmu-ilmu bantu yang berhubungan dengannya.
g)      Menguasai ilmu ushul fiqh, seperti tentang hukum dan macam-macamnya, atau dalil-dalilnya, tentang kaidah-kaidah dan cara meng-istinbatkan hukum dari sumber-sumber tersebut, dan tentang ijtihad.
h)      Mampu menangkap tujuan syariat dalam merumuskan suatu hukum[7].
3.      Macamijtihad
Ijtihad di tinjaudaripelakunyaadaduamacam:
·         Ijtihadfardiyaituijtihad yang di lakukanolehperoranganatauhanyabeberapa orang mujtahid.
·         ijtihadjima’Iyaitukesepakatanparamujtahiddariummad Muhammad SAW setelahrasulallahsetelahrasulwafat.[8]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ijtihadadalahpengerahan seluruh kemampuan dalam upaya menemukan hukum-hukum syara’
F.     Hal Penting Berkaitan dengan Ijtihad
1.      Tingkatan-tingkatanmujtahid
2.      Syarat Mujtahid
3.      macam-macamijtihad yang telah di paparkan di atas
4.      halpentingdalamijtihad





Daftar Pustaka
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012)
http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-fungsi-contoh-ijtihad.html. [16 Mei 2015]
Prof.abdulwahabkhalaf.ilmuusulfiqh. (Jakarta: pustaka amani,2003).hlm.317
http://muhamadmurodhi.blogspot.com/2013/05/ijtihad.html. [19 Mei 2015]
http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-fungsi-contoh-ijtihad.html. [16 Mei 2015]



[1] Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 245
[2]http://itramedia.blogspot.com/2013/05/pentingnya-ijtihad-dan-taqlid.html. [19 Mei 2015]
[3]Prof.abdulwahabkhalaf.ilmuusulfiqh. (Jakarta: pustaka amani,2003).hlm.317
[4]http://muhamadmurodhi.blogspot.com/2013/05/ijtihad.html. [19 Mei 2015]
[5]http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-fungsi-contoh-ijtihad.html. [16 Mei 2015]
[6] Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 257-258
[7] Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 251-256
[8] Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 251-256

1 komentar:

  1. untuk judul lain bisa di klik di ARSIP BLOG ya Adik-adik :D hehehe
    thanks berat udah pada berkunjung kesini :)

    BalasHapus